THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Kamis, 19 Desember 2013


http://www.fxoffice.net/?tag=digital-clock

Kemiskinan Dan Kesenjangan Sosial Di Indonesia Pra Dan Pasca Runtuhnya Orde Baru

A. Latar Belakang Masalah
Semenjak gejolak dan kerusuhan sosial merebak di berbagai daerah, kesenjangan sosial banyak dibicarakan. Beberapa pakar dan pengamat masalah sosial menduga bahwa kerusuhan sosial berkaitan dengan kesenjangan sosial. Ada yang sependapat dengan dugaan itu, tetapi ada yang belum yakin bahwa penyebab kerusuhan sosial adalah kesenjangan sosial. Tidak seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial cukup sulit diukur secara kuantitatif. Jadi, sulit menunjukkan bukti-bukti secara akurat. Namun, tidaklah berarti kesenjangan sosial dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak eksis dalam perjalanan pembangunan selama ini. Di bagian ini dicoba menunjukkan realitas dan proses merebaknya gejala kesenjangan sosial.
Untuk mempermudah pembahasan, kesenjangan sosial diartikan sebagai kesenjangan (ketimpangan) atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan pengembangan karir, dan lain-lain.
Kesenjangan sosial dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang tersedia. Secara teoritis sekurang kurangnya ada dua faktor yang dapat menghambat. Pertama, faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal). Rendahnya kualitas sumberdaya manusia karena tingkat pendidikan (keterampilan) atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan). Kesenjangan sosial dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan.
Kedua, faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang. Hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. Dengan kata lain, kesenjangan sosial bukan terjadi karena seseorang malas bekerja atau tidak mempunyai kemampuan sebagai akibat keterbatasan atau rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tetapi karena ada hambatan-hambatan atau tekanan­-tekanan struktural. Kesenjangan sosial ini merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan structural. Alfian, Melly G. Tan dan Selo Sumarjan (1980:5) mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikatif, kekurangan fasilitas untuk mengembangkan usaha dan mendapatkan peluang kerja dan kekurangan perlindungan hukum.
Faktor mana yang paling dominan menyebabkan kesenjangan sosial. Kendati faktor internal dan kebudayaan (kebudayaan kemiskinan) mempunyai andil sebagai penyebab kesenjangan sosial, tetapi tidak sepenuhnya menentukan. Penjelasan itu setidaknya mengandung dua kelemahan. Pertama, sangat normatif dan mengundang kecurigaan dan prasangka buruk pada orang miskin serta mengesampingkan norma-norma yang ada (Baker, 1980:6). Kedua, penjelasan itu cenderung membesar-besarkan kemapanan kemiskinan. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa kaum miskin senantiasa bekerja keras, mempunyai aspirasi tentang kehidupan yang baik dan mempunyai motivasi untuk memperbaiki kehidupan mereka. Mereka mampu menciptakan pemenuhan tutuntan kehidupan mereka (periksa misalnya kajian Bromley dan Chris Gerry, 1979; Papanek dan Kuncoroyakti, 1986; dan Pernia, 1994). Setiap saat orang miskin berusaha memperbaiki kehidupan dengan cara bersalin dan satu usaha ke usaha lain dan tidak mengenal putus asa (Sethuraman, 1981; Steele, 1985).
Jika demikian halnya, maka ihwal kesenjangan sosial tidak semata-mata karena faktor internal dan kebudayaan, tetapi lebih disebabkan oleh adanya hambatan structural yang membatasi serta tidak memberikan peluang untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia. Breman (1985:166) menggambarkan bahwa bagi yang miskin “jalan ke atas sering kali dirintangi”, sedangkan: “jalan menuju ke bawah terlalu mudah dilalui”. Dengan kata lain, gejala kesenjangan sosial dan kemampuan kemiskinan lebih disebabkan adanya himpitan structural. Perlu dipertanyakan mengapa masyarakat dan kaum miskin pasrah dengan keadaan itu? Ketidakberdayaan (politik) dan kemiskinan kronis menyebabkan mereka mudah ditaklukkan dan dituntun untuk mengikuti kepentingan dan kemauan elit penguasa dan pengusaha. Apalagi tatanan politik dan ekonomi dikuasai oleh elit penguasa dan pengusaha.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang muncul adalah antara lain sebagai berikut :
“Apakah kebijakan pembangunan telah menciptakan kemiskinan dan kesenjangan social di Indonesia pra dan pasca runtuhnya Orde Baru“
C. Masalah Pembangunan: Kemiskinan Dan Kesenjangan
1. Kemiskinan
a. Pandangan tentang kemiskinan
Pebedaan pandangan dari setiap ahli tentang kemiskinan merupakan hal yang wajar. Hal ini karena data, dan metode penelitian yang berbeda , tetapi justru terletak pada latar belakang idiologisnya. Menurut Weber (Swasono , 1987), ideology bukan saja menentukan macam masalah yang dianggap penting, tetapi juga mempengaruhi cara mendefenisikan masalah sosial ekonomis, dan bagaimana masalah sosial ekonomi itu diatasi. Kemiskinan disepakati sebagai masalah yang bersifat sosial ekonomi, tetapi penyebab dan cara mengatasinya terkait dengan ideologi yang melandasinya. Untuk memahami ideologi tersebut ada tiga pandangan pemikiran yaitu konservatisme, liberalisme, dan radikalisme (Swasono, 1987). Penganut masing-masing pandangan memiliki cara pandang yang berbeda dalam menjelaskan kemiskinan. Kaum konservatif memandang kemiskinan bermula dari karakteristik khas orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin karena tidak mau bekerja keras , boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa wiraswasta, fatalis, dan tidak ada hasrat untuk berpartisipasi.
Menurut Oscar Lewis (1983), orang-orang miskin adalah kelompok yang mempunyai budaya kemiskinan sendiri yang mencakup karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi. Kaum liberal memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang baik tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistic and situational adaptation pada linkungan yang penuh diskriminasi dan peluang yang sempit. Kaum radikal mengabaikan budaya kemiskinan, mereka menekankan peranan struktur ekonomi, politik dan sosial, dan memandang bahwa manusia adalah makhluk yang kooperatif, produktif dan kreatif.
Philips dan Legates (1981) mengemukakan empat pandangan tentang kemiskinan, yaitu pertama, kemiskinan dilihat sebagai akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu khususnya ciri-ciri sosial psikologis individu dari si miskin yang cendrung menghambat untuk melakukan perbaikan nasibnya. Akibatnya, si miskin tidak melakukan rencana ke depan, menabung dan mengejar tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, kemiskinan dipandang sebagai akibat dari sub budaya tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kaum miskin adalah kelompok masyarakat yang memiliki subkultur tertentu yang berbeda dari golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap fatalis, tidak mampu melakukan pengendalian diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan rencana bagi masa mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas, atau gagal dalam melihat faktor-faktor ekonomi seperti kesempatan yang dapat mengubah nasibnya. Ketiga, kemiskinan dipandang sebagai akibat kurangnya kesempatan, kaum miskin selalu kekurangan dalam bidang keterampilan dan pendidikan untuk memperoleh pekerjaan dalam masyarakat. Keempat, bahwa kemiskinan merupakan suatu ciri struktural dari kapitalisme, bahwa dalam masyarakat kapitalis segelintir orang menjadi miskin karena yang lain menjadi kaya. Jika dikaitkan dengan pandangan konservatisme, liberalisme dan radikalisme, maka poin pertama dan kedua tersebut mencerminkan pandangan konservatif, yang cendrung mempersalahkan kemiskinan bersumber dari dalam diri si miskin itu sendiri. Ketiga lebih mencerminkan aliran liberalisme, yang cendrung menyalahkan ketidakmapuan struktur kelembagaan yang ada. Keempat dipengaruhi oleh pandangan radikalis yang mempersalahkan hakekat atau prilaku negara kapitalis.
Masing-masing pandangan tersebut bukan hanya berbeda dalam konsep kemiskinan saja, tetapi juga dalam implikasi kebijakan untuk menanggulanginya. Keban (1994) menjelaskan bahwa pandangan konservatif cendrung melihat bahwa program-program pemerintah yang dirancang untuk mengubah sikap mental si miskin merupakan usaha yang sia-sia karena akan memancing manipulasi kenaikan jumlah kaum miskin yang ingin menikmati program pelayanan pemerintah. Pemerintah juga dilihat sebagai pihak yang justru merangsang timbulnya kemiskinan. Aliran liberal yang melihat si miskin sebagai pihak yang mengalami kekurangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, pekerjaan dan perumahan yang layak, cendrung merasa optimis tentang kaum miskin dan menganggap mereka sebagai sumber daya yang dapat berkembang seperti halnya orang-orang kaya. Bantuan program pemerintah dipandang sangat bermanfaat dan perlu direalisasikan. Pandangan radikal memandang bahwa kemiskinan disebabkan struktur kelembagaan seperti ekonomi dan politiknya, maka kebijakan yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan perubahan kelembagaan ekonomi dan politik secara radikal.
Menurut Flanagan (1994), ada dua pandangan yang berbeda tentang kemiskinan, yaitu culturalist dan structuralist. Kulturalis cendrung menyalahkan kaum miskin, meskipun kesempatan ada mereka gagal memanfaatkannya, karena terjebak dalam budaya kemiskinan. Strukturalis beranggapan bahwa sumber kemiskinan tidak terdapat pada diri orang miskin, tetapi adalah sebagai akibat dari perubahan priodik dalam bidang sosial dan ekonomi seperti kehilangan pekerjaan, rendahnya tingkat upah, diskriminasi dan sebagainya. Implikasi dari dua pandangan ini juga berbeda, terhadap konsep kulturalis perlu dilakukan perubahan aspek kultural misalnya pengubahan kebiasaan hidup. Hal ini akan sulit dan memakan waktu lama, dan biaya yang tidak sedikit. Terhadap konsep kulturalis perlu dilakukan pengubahan struktur kelembagaan seperti kelembagaan ekonomi, sosial dan kelembagaan lain yang terkait.
2. Pengertian Kemiskinan
Memahamai substansi kemiskinan merupakan langkah penting bagi perencana program dalam mengatasi kemiskinan. Menurut Sutrisno (1993), ada dua sudut pandang dalam memahami substansi kemiskinan di Indonesia. Pertama adalah kelompok pakar dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengikuti pikiran kelompok agrarian populism, bahwa kemiskinan itu hakekatnya, adalah masalah campur tangan yang terlalu luas dari negara dalam kehidupan masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat pedesaan. Dalam pandangan ini, orang miskin mampu membangun diri mereka sendiri apabila pemerintah memberi kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur diri mereka sendiri. Kedua, kelompok para pejabat, yang melihat inti dari masalah kemiskinan sebagai masalah budaya. Orang menjadi miskin karena tidak memiliki etos kerja yang tinggi, tidak meiliki jiwa wiraswasta, dan pendidikannya rendah. Disamping itu, kemiskinan juga terkait dengan kualitas sumberdaya manusia. Berbagai sudut pandang tentang kemiskinan di Indonesia dalam memahami kemiskinan pada dasarnya merupakan upaya orang luar untuk memahami tentang kemiskinan. Hingga saat ini belum ada yang mengkaji masalah kemiskinan dari sudut pandang kelompok miskin itu sendiri.
Kajian Chambers (1983) lebih melihat masalah kemiskinan dari dimensi si miskin itu sendiri dengan deprivation trap, tetapi Chambers sendiri belum menjelaskan tentang alasan terjadinya deprivation trap itu. Dalam tulisan ini dicoba menggabungkan dua sudut pandang dari luar kelompok miskin, dengan mengembangkan lima unsur keterjebakan yang dikemukakan oleh Chambers (1983), yaitu : (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) Keterasingan, (4) Kerentanan, dan (5) Ketidak berdayaan.
Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga, diantaranya adalah BAPPENAS (1993) mendefisnisikan keimiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Levitan (1980) mengemukakan kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Faturchman dan Marcelinus Molo (1994) mendefenisikan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurut Ellis (1994) kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial politik. Menurut Suparlan (1993) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Reitsma dan Kleinpenning (1994) mendefisnisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat material maupun non material. Friedman (1979) mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan sosial, yang meliptui : asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisiasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna. Dengan beberapa pengertian tersebut dapat diambil satu poengertian bahwa kemiskinan adalah suatu situasi baik yang merupakan proses maupun akibat dari adanya ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungannya untuk kebutuhan hidupnya.
3. Budaya Kemiskinan
Sumarjan (1993) mengemukakan bahwa budaya kemiskinan adalah tata hidup yang mengandung sistem kaidah serta sistem nilai yang menganggap bahwa taraf hidup miskin disandang suatu masyarakat pada suatu waktu adalah wajar dan tidak perlu diusahakan perbaikannya. Kemiskinan yang diderita oleh masyarakat dianggap sudah menjadi nasib dan tidak mungkin dirubah, karena itu manusia dan masyarakat harus menyesuaikan diri pada kemiskinan itu, agar tidak merasa keresahan jiwa dan frustrasi secara berkepanjangan. Dalam rangka budaya miskin ini, manusia dan masyarakat menyerah kepada nasib dan bersikap tidak perlu, dan bahkan juga tidak mampu menggunakan sumber daya lingkungan untuk mengubah nasib.
Menurut Oscar Lewis (1983), budaya kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian, dan sekaligus juga merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka di dalam masyarakat yang berstrata kelas, sangat individualist dan berciri kapitalisme. Budaya tersebut mencerminkan suatu upaya mengatasi rasa putus asa dan tanpa harapan, yang merupakan perwujudan dan kesadaran akan mustahilnya mencapai akses, dan lebih merupakan usaha menikmati masalah yang tak terpecahkan (tak tercukupi syarat, tidak sanggupan). Budaya kemiskinan melampaui batas-batas perbedaan daerah, perbedaan pedesaan-perkotaan, perbedaan bangsa dan negara, dan memperlihatkan perasaan yang mencolok dalam struktur keluarga, hubungan-hubungan antar pribadi, orientasi waktu, sistem-sistem nilai, dan pola-pola pembelanjaan.
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi: (1) Sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem produksi untuk keuntungan, (2) tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi tenaga tak terampil; (3) rendahnya upah buruh; (4) tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah; (5) sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral; dan (6) kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidak sanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, seperti masa pergantian feodalis ke kapitalis atau pada masa pesatnya perubahan teknologi. Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi diobrak, sedangkan atatus golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat strata sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga urban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis. Beberapa ciri kebudyaan kemiskinan adalah : (1) fatalisme, (2) rendahnya tingkat aspirasi, (3) rendahnya kemauan mengejar sasaran, (4) kurang melihat kemajuan pribadi , (5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan, (6) Perasaan untuk selalu gagal, (7) Perasaan menilai diri sendiri negatif, (8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan (9) Tingkat kompromis yang menyedihkan. Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metodre psikiatri kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya kemiskinan bukannya berasal dari kebodohan, melainkan justru berfungsi bagi penyesuaian diri.
Hal penting dalam membahas kemiskinan dan kebudayaan adalah untuk mengetahui seberapa cepat orang-orang miskin akan mengubah kelakuan mereka, jika mereka mendapat kesempatan-kesempatan baru; dan macam hambatan atau halangan-halangan yang baik atau buruk yang akan timbul dari reaksi tersebut terhadap situasi-situasi masa lampau. Untuk menentukan macam kesempatan-kesempatan yang harus diciptaan untuk menghapus kemiskinan, yaitu mendorong oang-orang msikin melakukan adapatasi terhadap kesempatan-kesempatan yang bertentangan dengan pola-pola kebudayaan yang mereka pegang teguh dan cara mereka dapat mempertahankan pola-pola kebudayaan yang mereka pegang teguh tersebut agar tidak akan bertentangan dengan aspirasi-aspirasi lainnya. Hanya orang-orang miskin yang tidak mampu menerima kesempatan-kesempatan karena mereka tidak dapat membuang norma-norma kelakukan yang digolongkan sebagai pendukung kebudayaan kelas bawah.
Akibat kemiskinan tersebut, sebahagian besar penduduk Indonesia menghadapinya dengan nilai-nilai pasrah atau nrimo (kemiskinan kebudayaan). Terbentuknya pola pikir dan prilaku pasrah itu dalam jangka waktu yang lama akan berubah menjadi semacam “institusi permanen” yang mengatur prilaku mereka dalam menyelesaikan problematika di dalam hidup mereka atau krisis lingkungan mereka sendiri (Lewis, 1968 dalam Haba, 2001). Menurut penganut paradigma kemiskinan kebudayaan ini, orang yang berada dalam kondisi serupa tidak sanggup melihat peluang dan jalan keluar untuk memperbaiki kehidupannya. Karakteristik kelompok ini terlihat dari pola substensi mereka yang berorientasi dari tangan ke mulut (from hand to mouth) (Haba, 2001 ).
4. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Golongan kaum miskin ini terdiri dari ; (1) Para petani yang tidak memiliki tanah sendiri, (2) Petani yang tanah miliknya begitu kecil sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluargamnya, (3) Kaum buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labourerds), dan (4) Para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah (golongan ekonomi lemah).
Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan pangan saja, kemiskinan juga meliputi kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya, sosial yang mantap.
Beberapa ciri kemiskinan struktural, menurut Alpian (1980) adalah (1) Tidak ada atau lambannya mobilitas sosial (yang miskin akan tetap hidup dengan kemelaratanya dan yang kaya akan tetap menikmati kemewahannya), (2) mereka terletak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan mereka kekurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidupnya, dan (3) Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Pemecahan permasalahan kemiskinan akan bisa dilakukan bilamana struktur sosial yang berlaku itu dirubah secara mendasar.
Soedjatmoko (1984) memberikan contoh kemiskinan structural; (1) Pola stratifikasi (seperti dasar pemilikan dan penguasaan tanah) di desa mengurangi atau merusak pola kerukukan dan ikatan timbal-balik tradisional, (2) Struktur desa nelayan, yang sangat tergantung pada juragan di desanya sebagai pemilik kapal, dan (3) Golongan pengrajin di kota kecil atau pedesaan yang tergantung pada orang kota yang menguasai bahan dan pasarnya. Hal-hal tersebut memiliki implikasi tentang kemiskinan structural : (1) kebijakan ekonomi saja tidak mencukupi dalam usaha mengatasi ketimpangan-ketimpangan struktural, dimensi struktural perlu dihadapi juga terutama di pedesaan; dan (2) perlunya pola organisasi institusi masyarakat pedesan yang disesuaikan dengan keperluannya, sebaga sarana untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan bargaining power, dan perlunya proses Sosial learning yang spesifik dengan kondisi setempat.
Adam Malik (1980) mengemukakan bahwa untuk mencari jalan agar struktur masyarakat Indonesia dapat diubah sedemikian rupa sehingga tidak terdapat lagi di dalamnya kemelaratan structural. Bantuan yang terpenting bagi golongan masyarakat yang menderita kemiskinan struktural adalah bantuan agar mereka kemudian mampu membantu dirinya sendiri. Bagaimanapun kegiatan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan maupun pemerataan tidak dapat mengihilangkan adanya kemiskinan struktural.
Pada hakekatnya perbedaan antara si kaya dengan si miskin tetap akan ada, dalam sistem sosial ekonomi manapun. Yang lebih diperlukan adalah bagaimana lebih memperkecil kesenjangan sehingga lebih mendekati perasaan keadilan sosial. Sudjatmoko (1984) berpendapat bahwa, pembangunan yang semata-mata mengutamakan pertumbuhan ekonomi akan melanggengkan ketimpangan struktural. Pola netes ke bawah memungkinkan berkembangnya perbedaan ekonomi, dan prilaku pola mencari nafkah dari pertanian ke non pertanian, tetapi proses ini akan lamban dan harus diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan membantu golongan miskin saja, tanpa menghadapi dimensi-dimensi struktural seperti ketergntungan, dan eksploitasi. Permasalahannya adalah dimensi-dimensi struktural manakah yang mempengarhui secara langsung terjadinya kemiskinan, bagaimana ketepatan dimensi untuk kondisi sosial budaya setempat.
Sinaga dan White (1980) menunjukkan aspek-aspek kelembagaan dan struktur agraris dalam kaitannya dengan distribusi pendapatan kemiskinan: (1) penyebaranan teknologi, bahwa bukan teknologi itu sendiri, tetapi struktur kelembagaan dalam masyarakat tenpat teknologi itu masuk yang menentukan bahwa teknologi itu mempunyai dampak negatif atau positif terhadap distribusi pendapatan (2) lembaga perkreditan pedesaan, perkereditan yang menginginkan tercapainya pemerataan pendapatan, maka program perkreditan tersebut justru harus diskriminatif, artinya subsidi justru harus diberikan kepada petani kecil, bukan pemerataan berdasaran pemilikan atau penguasaan lahannya; (3) kelembagaan yang mengatur distribusi penguasaan atas faktor-faktor produksi di pedesaan turut menentukan tingkat pendapatan dari berbagai golongan di masyarakat,karena tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan faktor ekonomi (interaksi antara penawaran dan permintaan) saja: dan (4) Struktur penguasaan atas sumber-sumber produksi bukan tenaga kerja (terutama tanah dan modal) yang lebih merata dapat meningkatkan pendapatan penduduk yang berada dibawahi garis kemiskinan.
D. Kebijakan Pembangunan dan Kesenjangan Sosial
Semenjak Orde Baru berkuasa, ada beberapa kebijakan yang diterapkan dalam bidang ekonomi. Salah satu kebijakan adalah memacu pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan undang-undang Penanaman Modal Asing dengan memberikan persyaratan dan peraturan-peraturan yang lebih ringan dan menarik kepada investor dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya. Kegiatan industri meningkat tajam dan sangat pada GDP mengalami kenaikan dari sekitar 9 persen pada tahun 1970 menjadi sekitar 17 persen pada tahun 1992 (Booth dan McCawley, 1986:82 dan Sjahrir 1993:16). Pertumbuhan ekonomi juga mengalami kenaikan. Pendek kata, selama Orde Baru perekonomian mengalamii kemajuan pesat. Namun, bersamaan dengan itu ketimpangan sosial atau sekelompok kecil masyarakat, terutama mereka yang memiliki akses dengan penguasa politik dan ekonomi, sedangkan sebagian besar yang kurang atau hanya memperoleh sedikit manfaat. Bahkan, ada masyarakat merasa dirugikan dan tidak mendapat manfaat sama sekali. Kesenjangan sosial semakin terasa mengkristal dengan munculnya gejala monopoli. Monopoli dan oligopoly dan memperkecil akses usaha kecil untuk menggambarkan usaha mereka. Menurut Revrisond Baswer (dikutip dalam Bernes (1995:1) hampir seluruh cabang produksi dikuasai oleh perusahaan konglomerat. Perusahaan-perusahaan besar konglomerat menguasai berbagai kegiatan produksi murni dari produksi, eksploitasi hasil hutan, konstruksi, industri otomotif, transpotasi, perhotelan, makanan, perbankan, jasa-jasa keuangan, dan media komunikasi. Diperkirakan 200 konglomerat menguasai 58 persen PDB. Usaha-­usaha rakyat yang kebanyakan kecil dan tradisional hanya menguasai 8 persen. Kesenjangan sosial ini tidak hanya mengganggu pertumbuhan ekonomi rakyat tetapi menyebabkan ekonomi rakyat mengalami proses marjinalisasi.
Selain kebijakan ekonomi, kebijakan yang diduga turut menstrimulir kesenjangan social adalah kebijakan penataan lahan (tata ruang). Penerapan kebijakan penataan lahan selama ini belum dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Berbagai kekuatan dan kepentingan telah mempengaruhi dalam penerapan. Tarik menarik berbagai kekuatan dan kepentingan telah menimbulkan konflik antara pengusaha besar dan masyarakat. Dalam konflik acapkali kepentingan masyarakat (publik) diabaikan dan cenderung mengutamakan kepentingan sekelompok orang (pengusaha). Penelitian Suhendar (1994) menyimpulkan bahwa: ”Kooptasi tanah-tanah : terutama di pedesaan oleh kekuatan besar ekonomi dan luar komunitas semakin menggejala. Pembangunan sektor ekonomi, seperti pembangunan kawasan industri, pabrik-pabrik, sarana wisata telah menyita banyak lahan penduduk. Demikian pula, instansi-instansi pemerintah memerlukan tanah untuk pembangunan perkantoran, instruktural ekonomi, fasilitas sosial, perumahan, dan lain-lain. Di perkotaan, pemilik modal (konglomerat) bekerja sama dengan birokrasi membeli tanah-tanah penduduk untuk kepentingan pembangunan perumahan mewah, pusat perbelanjaan dan lain-­lain. Begitu pula di pedesaan pemilik modal menggusur penduduk dan memanfaatkan Iahan untuk kepentingan agroindustri, perumahan mewah, dan lapangan golf. Dalam banyak kasus, banyak tanah negara yang selama ini dikuasai penduduk dengan status tidak jelas di jadikan sasaran dan cara termudah untuk menggusur penduduk”
Dampak dari penerapan kebijakan penatagunaan lahan antara lain adalah terjadinya marjinalisasi dan pemiskinan masyarakat desa yang tanahnya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang dalam banyak hal belum dan kurang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi rakyat.

Jumat, 18 Juni 2010

TUGAS ASURANSI

TUGAS ASURANSI
Definisi Asuransimenurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan."Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.Sejarah asuransi di IndonesiaBisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha pera.suransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan.Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan.Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan.Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun.Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.Manfaat AsuransiPeran penting asuransi dalam ekonomiDi tengah krisis keuangan tersebut, saatnya industri asuransi jiwa berbenah dan meningkatkan peran yang lebih signifikan. Dalam konteks dinamika pasar modal, perusahaan asuransi memiliki potensi untuk memobilisasi dana jangka panjang yang bersumber dari masyarakat, untuk kemudian dana tersebut dipompakan kembali ke dalam sistem ekonomi.Pada hakikatnya, perusahaan-perusahaan asuransi jiwa adalah lembaga keuangan yang mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk premi. Perusahaan asuransi kemudian menempatkan sebagian besar akumulasi dana nasabah tersebut secara hati-hati ke dalam pasar modal dan pasar uang melalui berbagai instrumen keuangan, misalnya obligasi, rekening bank, deposito, dan reksadana. Ketika para investor asing menarik dananya dari lantai bursa, ini merupakan momentum yang tepat bagi para investor domestik untuk berinvestasi di Pasar Modal Indonesia, termasuk di dalamnya investor institusi seperti perusahaan-perusahaan asuransi.Sebagai ilustrasi, hingga Triwulan III/2008, aset perusahaan-perusahaan asuransi jiwa nasional mencapai Rp103,37 Triliun. Sebagian besar aset ini diinvestasikan oleh perusahaan asuransi dalam berbagai bentuk instrumen investasi yang diperkenankan oleh regulator. Pada Triwulan III/2008, aset yang ditempatkan dalam portofolio investasi di Pasar Modal Nasional (dalam bentuk Corporate and Government Bond dan MTN) sebesar Rp27,11 Triliun (29% dari total aset). Selain itu, 30% dari total aset (Rp27,39 Triliun) ditempatkan pada instrumen reksadana, yang sebagian juga berisi instrumen investasi di Pasar Modal.Jadi, 59% aset perusahaan asuransi jiwa ditempatkan di Pasar Modal, 13% (Rp12,45 Triliun) ditempatkan dalam bentuk Time Deposit, dan sisanya ditempatkan pada instrumen pasar uang lain dan portofolio lain. Fakta ini menunjukkan bahwa industri asuransi jiwa berperan penting dalam mendukung eksistensi Pasar Modal Indonesia. Peran yang dimaksud ialah menggeliatkan kegiatan perekonomian masyarakat berupa penggalangan dana domestik dan menyalurkannya kembali ke dalam sistem ekonomi kita.Ketika Anda menempatkan dana dengan membayar premi polis asuransi di perusahaan asuransi sesuai dengan produk asuransi yang Anda beli, Anda mendapatkan proteksi dari munculnya beban finansial akibatnya munculnya kemalangan yang tak terduga. Pada saat yang sama, Anda pun berperan secara tidak langsung dalam hal terjadinya mobilisasi dana-dana masyarakat untuk diputar kembali oleh perusahaan asuransi sebagai sebuah investasi. Investasi tersebut mampu menyediakan dana yang dibutuhkan oleh dunia usaha untuk beroperasi dan memperluas usaha.Inilah saatnya bagi Anda untuk berperan bagi pembangunan Indonesia secara tidak langsung. Melalui kepemilikan polis asuransi jiwa oleh sebanyak mungkin masyarakat Indonesia, industri asuransi nasional bisa lebih berkembang perannya dalam menyelenggarakan skema perlindungan keuangan bagi masyarakat dan dunia usaha. Selain itu, industri asuransi jiwa bisa berfungsi sebagai perantara dan sekaligus sumber pendanaan bagi dunia usaha untuk kepentingan kemajuan ekonomi nasional. Demi kejayaan negeri tercinta, Anda bisa berperan melalui kepemilikan polis asuransi jiwa.Penjelasan terhadap fungsi makroekonomi asuransi dapat dilihat dari lima sudut pandang utama yaitu transfer resiko (risk transfer), penilaian berbasis resiko (risk-based pricing), mendorong hukum ganti rugi, fungsi investasi dari perusahaan asuransi, dan fungsi nasihat dalam manajemen resiko.Dari sisi transfer resiko, penyedia asuransi menyediakan keamanan bagi individu dan perusahaan serta memungkinkan mereka untuk mengambil aktivitas berisiko. Dengan asuransi umum, seseorang tidak perlu menyimpan dananya dalam simpanan yang lancar untuk berjaga-jaga terhadap resiko.Dalam upaya penilaian resiko, perusahaan asuransi menentukan tingkat premium yang merefleksikan kemungkinan kerugian, yang dihitung dengan melakukan perhitungan langsung berdasarkan pengumpulan resiko-resiko yang serupa atau dengan menghubungkan premium terhadap pengalaman klaim yang pernah terjadi sebelumnya. Jika premium merefleksikan resiko yang dihadapi perusahaan dengan benar, maka ada insentif untuk mengurangi resiko karena hal ini akan mengurangi hutang premium. Ketika harga asuransi meningkat, individu maupun perusahaan menghadapi insentif yang besar untuk memperbaiki perilakunya. Misalkan: Perokok maupun pembalap jalanan yang terkena asuransi kendaraan yang diwajibkan terpaksa memperbaiki perilakunya agar tidak terkena premium yang lebih besar. Hal ini akhirnya juga memberi dampak yang menguntungkan pada perekonomian secara keseluruhan.Box 1. Asuransi dan Penilaian Resiko …..”Industri Asuransi seharusnya terus mengembangkan produk-produk yang mengenakan harga yang tepat pada pengemudi yang baru saja memulai, untuk menyediakan insentif bagi mereka dalam memperoleh pengalaman menyetir, dan melihat keuntungan dalam pengalaman tersebut berdasarkan premium yang mereka bayar”…..(Greenaway, 2004, para 4.11)Asuransi umum juga mendorong terbentuknya sistem ganti rugi yang baik. Sistem ganti rugi (yang membayarkan kerusakan pada merek yang terkena dampak karena kecerobohan pihak lain) sulit untuk beroperasi efektif tanpa adanya pasar asuransi kewajiban yang sehat. Tanpa kehadiran asuransi kewajiban, pengadilan dapat menjatuhkan hukuman pembayaran kerusakan sebesar aset pencedera. Hal ini memungkinkan setiap orang atau organisasi yang terlibat dalam kegiatan yang berbahaya untuk beroperasi dalam tingkat aset yang minimum (judgement proof) untuk menghindari pembayaran kerusakan pada pihak-pihak ketiga.Sebagai hasilnya, pihak yang dicederari tidak dapat memperoleh kompensasi (dan oleh karena itu harus mengadu pada sistem yang berlaku), sementara jumlah yang dibayarkan akan tergantung pada kemampuan pencedera, bukan pada besarnya kerugian yang diderita pihak lain. Lebih lanjut, insentif pelaku untuk mengurangi resiko sebagian besar menghilang. Sebaliknya, perlakuan asuransi kewajiban yang efisien tidak hanya menyediakan sumber daya untuk mengkompensasi pihak yang dicederai dan insentif untuk menjaga, teatpi juga biaya yang lebih rendah dari skema berdasarkan sistem pembayaran pada pihak ketiga yang berlaku.Box 2. Hubungan antara Asuransi dan Kesepakatan Ganti Rugi Parson (2003) menekankan hubungan yang kuat antara asuransi kewajiban dan hukum ganti rugi dengan berpendapat bahwa pola kewajiban hukum, sebagaimana keputusan pengadilan, ditentukan oleh praktek pasar asuransi kewajiban lokal dan ketersediaan pembayaran. Lebih khusus, ia menyatakan bahwa ” tidak diragukan bahwa ketersediaan umum asuransi telah memberikan suatu peran dalam membangun suatu hukum (kewajiban). Dan kewajiban hukum kadang terbatas pada nilai yang menunjukkan asuransi pembayaran kewajiban”Untuk melaksanakan fungsi investasinya, perusahaan asuransi membangun aset setelah menerima premium yang dibayar di muka. Dengan berinvestasi secara produktif, pihak asuransi dapat menghasilkan tingkat penghasilan yang memungkinkan mereka membayarkan tingkat premium yang lebih rendah. Pihak asuransi bahkan dapat meningkatkan efisiensi dalam sistem keuangan dengan menjadi pihak penghubung keuangan, di mana mereka mengurangi biaya transaksi yang mempertemukan penyimpan dan peminjam. Pihak asuransi juga menghasilkan likuiditas dengan menggunakan pendapatan premium untuk menyediakan modal jangka panjang. Pihak asuransi juga memfasilitasi skala ekonomi dalam investasi. Dengan mengumpulkan jumlah yang besar dari ribuan pemegang polis, pihak asuransi dapat mencapai kebutuhan pembiayaan dari proyek-proyek besar, sehingga meningkatkan set proyek investasi yang mungkin dan mendorong efisiensi perekonomian.Terakhir, peran pihak asuransi dalam meningkatkan perekonomian muncul dari kemampuannya menyediakan nasihat manajemen resiko. Banyak kontrak asuransi komersial yang meliputi pemberian jasa manajemen resiko. Pihak asuransi mungkin melakukan penilaian terhadap potensi kehilangan, sebagai bagian dari proses penjaminan. Hal ini merupakan feature khusus yang disebut asuransi “resiko yang sang dijaga/highly protected”. Pihak asuransi mendukung banyak program-program kontrol-kerugian sebagaimana berupa pencegahan kebakaran, kesehatan dan keselamatan kerja, pencegahan kerugian industri, pengurangan kerusakan mobil, pencurian dan luka, dan banyak lagi. Hal ini mengurangi kerugian langsung maupun tidak langsung terhadap bisnis-bisnis dan individu. Perusahaan yang mencoba untuk mengansuransikan dirinya memiliki pengetahuan khusus yang diperlukan untuk mengurangi kerugian ini. Karena perusahaan asuransi menjamin sebagian, jika bukan semuanya dari resiko, mereka memiliki insentif yang kuat untuk mengurangi biaya-biaya kerugian.B. Manfaat Sosial Asuransi Umum terhadap masyarakat Dari sisi sosial, manfaat asuransi terhadap asuransi juga sangat besar. Dengan menolong masyarakat menghadapi dan mengelola resiko secara efektif, asuransi memberi kontribusi yang besar bagi hidup kita. Asuransi meningkatkan standar-standar yang ada dengan memberikan tekanan terhadap faktor-faktor yang mungkin menyebabkan ketidakamanan. Menurut Association of British Insurers, Asuransi memberikan lima keuntungan strategis secara tidak langsung (indirectly) pada masyarakat, yaitu: a) kebebasan dari hal yang dapat merusak struktur aset dan kewajiban seorang individu maupun bisnis; b) keamanan di rumah dan tempat kerja dari ancaman kecelakaan, perampokan, kebakaran dan bahaya alam; c) Kesehatan yang lebih baik dari investasi tambahan pada biaya medis dan penekanan pada rehabilitasi; d) kekayaan melalui dukungan terhadap semangat enterpreneur, inovasi dan pengambilan resiko; e) fleksibilitas dengan adanya kesesuaian dengan kondisi individu dan menghasilkan hidup ekonomi dan sosial yang tidak terlalu tergantung pada tindakan pemerintah.Asuransi yang membebaskan tidaklah berarti bahwa kita dapat berbuat apa saja bahkan melanggar kontrak perjanjian dengan pihak asuransi sekalipun. Kita tetap harus mematuhi kontrak asuransi berupa pembayaran premium, ketentuan dan larangan yang berlaku. Memberi kebebasan dalam konteks ini berarti asuransi menolong kita untuk mewujudkan tujuan kita dengan mentransformasi kekacauan yang mungkin terjadi menjadi resiko-resiko yang dapat dikelola.Tanpa asuransi misalkan, seorang pengendara akan mempertaruhkan seluruh asetnya setiap kali mereka meninggalkan garasi karena kecelakaan akan membuat mereka terbuka atas tuntutan terhadap kerusakan. Satu buah kejahatan dapat memberi kerusakan besar pada sebuah bisnis. Asuransi akan menjalankan teknologi baru dan produk-produk untuk diuji tanpa ketakutan, di mana sebelumnya kegagalan dapat saja membangkrutkan orang yang mencoba mempromosikan mereka. Tentu saja beberapa orang tetap akan mengambil peluang-peluang besar, tetapi jutaan dari kita akan mengikuti hidup yang lebih berhati-hati, tidak terlalu menantang dan kurang produktif karena adanya ketakutan akan kewajiban yang menghancurkan yang dapat kita telah kita miliki.Bahkan sesuatu yang terlihat biasa seperti pasar perumahan bergantung pada ketersediaan asuransi; jika asuransi rumah tidak ada, akan sukar untuk membayangkan keluarga-keluarga berharap untuk menginvestasikan seluruh kekayaannya dalam satu harta kekayaan. Oleh sebab itu, ekonomi modern, menciptakan kekayaan pada skala yang belum pernah ada sebelumnya, bergantung penuh pada asuransi.Dalam menciptakan keamanan, industri asuransi bekerjasama dengan erat dengan investigasi polisi. Namun demikian kontribusi utama asuransi datang dari pekerjaan setiap hari yang dilakukannya dengan pemegang polis melalui penelitian terhadap pencegahan kriminal. Hal ini mendorong penanganan yang lebih baik dari tindak kriminal dari waktu ke waktu. Sayangnya, sebagian dari pihak yang paling rentan terhadap kriminal merupakan yang paling tidak mampu untuk memperoleh keamanan tambahan karena kesulitan keuangan. Di negara-negara maju yang mengharuskan asuransi kendaraan, kelompok industri asuransi menilai mobil berdasarkan feature keamanannya dan mendorong pihak pemasok untuk meningkatkan keamanan mobil sehingga model mereka akan mendorong premium asuransi yang lebih rendah. Selain itu, asuransi juga menjamin keamanan terhadap kebakaran, keselamatan kerja dan asuransi mengemudi.Dampak asuransi terhadap peningkatan kemakmuran dilakukan dengan merobohkan batas terhadap bisnis, inovasi produk dan teknologi dengan menyediakan jaring pengaman bagi entrepreneur. Hal ini memutus rantai kecenderungan investor untuk menaruh uang mereka pada bidang “aman” daripada bidang yang mengubahkan. Industri minyak dan gas merupakan contoh yang baik atas industri dengan potensi resiko tinggi yang pembangunannya didukung oleh asuransi. Asuransi menolong untuk mengarahkan investasi dan mendorong peningkatan bisnis, dengan menunjukkan biaya-biaya riil dari resiko terhadap perusahaan individu dan industri-industri. Asuransi menutupi hampir semua biaya kewajiban bisnis. Tanpa asuransi, banyak perusahaan yang baik dapat tutup karena problem yang sangat sementara. Memiliki Asuransi berarti bahwa individu-individu dan bisnis-bisnis tidak perlu menjaga cadangan kas yang berlebihan untuk menjaga diri mereka terhadap resiko. Asuransi membebaskan mereka untuk mengeluarkan biaya dan berinvestasi.Industri asuransi yang kuat membuat hidup menjadi lebih fleksibel dan tidak tergantung pada pendanaan dari pemerintah. Dalam hal ini industri asuransi membuat hidup lebih mudah bagi pembayar pajak dengan mengurangi permintaan-permintaan yang mungkin seharusnya jatuh pada sistem kesejahteraan yang berlaku. Asuransi swasta sering dapat menyediakan benefit yang lebih ditujukan terhadap kebutuhan pengguna, dan dapat dilakukan dalam biaya yang lebih rendah, daripada yang kadang kala dapat disediakan oleh pemerintah. Hal ini juga memungkinkan bagi pihak yang dicederai untuk menuntut atas kerugian daripada mencari pertolongan dari pemerintah. Asuransi umum digambarkan dapat membayar perawatan rumah sakit akibat kecelakaan mengemudi bahkan juga akibat kecelakaan saat kerja.C. Manfaat Asuransi Umum dalam Menghadapi Perubahan IklimDalam dua abad terakhir, kegiatan manusia telah mendorong peningkatan gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), di atmosfer yang menahan panas matahari seperti selimut, menghangatkan iklim di bumi dan menciptakan “pemanasan global”. Sejak revolusi industri suhu udara rata-rata di bumi telah meningkat tajam dan sangat cepat. Studi menunjukkan bahwa kenaikan suhu udara dalam tahun-tahun terakhir mungkin menyebabkan kenaikan dalam frekuensi dan parahnya bencana alam seperti badai tropis dan topan. Hal ini dan perubahan lainnya akan memberi konsekuensi yang besar bagi kehidupan di dunia.Komunitas bisnis dunia mulai menyadari bahwa perubahan iklim mungkin menyebabkan resiko fisik dan resiko yang berkaitan dengan cuaca pada masa mendatang. Wakil Chairman dari Merrill Lynch baru-baru ini menyatakan “Kita sedang melakukan eksperimen kimia yang besar dengan konsekuensi yang dahysat terhadap lingkungan kita, perekonomian kita, dan kehidupan manusia“. Sedangkan pihak dari Goldman Sach dalam pernyataan kebijakan lingkungannya pada tahun 2005 menyatakan bahwa perubahan iklim adalah salah satu dari tantangan lingkungan yang paling besar pada abad dua puluh satu dan berhubungan erat dengan masalah penting lainnya seperti pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, penghapusan kemiskinan, akses pada air bersih, dan penawaran energi yang cukup.Beberapa penemuan keilmuan terakhir menyatakan beberapa fakta-fakta yang mengkhawatirkan, yaitu bahwa kenaikan permukaan air laut global diperkirakan akan meningkat minimum secara rata-rata sebesar 0,28 m pada abad ini. Selain itu resiko kebakaran hutan akan diperparah dengan trend alam seperti suhu udara yang meningkat, kondisi yang lebih kering. Perubahan iklim juga diperkirakan mempengaruhi siklus hidrologis, yang dapat menyebabkan banjir. Bahkan banjir sangat mungkin akan akan menyebabkan kerugian ekonomi utama di tahun-tahun mendatang. Suhu air laut yang lebih hangat juga akan sangat mungkin meningkatkan intensitas topan. Kesemua fakta ini disertai dengan pertumbuhan populasi yang besar dan peningkatan investasi di suatu daerah sangat rentan terhadap efek merusak dari perubahan iklim.Menurut Agenda Aksi yang disusun perusahaan asuransi dan WWF pada tahun 2006, ada banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi dan asosiasi industri. Dalam hal ini solusi yang berbeda akan sesuai dengan perusahaan-perusahaan yang berbeda tergantung pada produk-produk portofolio mereka, budaya perusahaan, dan hubungan dengan pemerintah lokal dan pusat. Contoh dari aktivitas yang dapat dilakukan pihak asuransi dan asosiasi industri untuk mengurangi dampak fisik terhadap perubahan iklim, atau beradaptasi terhadap dampaknya terdiri atas tiga langkah utama, yaitu: meningkatkan pengertian (understanding) akan masalah yang ada, mengirim sinyal resiko yang lebih kuat kepada masyarakat, serta bersiap dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.Box 3. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Menurut Stern Review, bahwa“Adaptasi adalah satu-satunya respons yang tersedia terhadap dampak perubahan iklim yang akan muncul selama beberapa dekade ke depan, sebelum cara-cara pengurangan dampak (mitigation measures) tersebut dapat menunjukkan keefektifannya”.“Kemajuan dalam adaptasi masih berada dalam tingkat awal. Tekanan pasar sendiri tidak mungkin akan memberikan respons penuh yang penting untuk menghadapi resiko serius dari perubahan iklim”“Pemerintah memiliki peran dalam menyediakan kebijakan yang jelas untuk memandu adaptasi yang efektif dari individu-individu dan perusahaan dalam jangka menengah dan panjang“Asuransi dapat membantu meningkatkan pemahaman akan masalah perubahan iklim karena jangkauan dan sumber dayanya yang luas. Pihak asuransi dapat membentuk komisi untuk menganalisa skenario resiko yang mencakup prediksi dari ilmuwan yang terkemuka hingga model resiko asuransi yang ditawarkan oleh agen-agen pemodelan resiko. Studi-studi tersebut dapat menyediakan informasi yang baru dan lebih akurat mengenai resiko yang mungkin terjadi terhadap masyarakat, rumah-rumah, dan bisnis jika perubahan iklim yang besar benar-benar terjadi sebagaimana diprediksi. Pihak asuransi dalam hal ini dapat bekerja dengan para pemodel dan ilmuwan untuk meningkatkan akurasi model perubahan iklim. Dengan menciptakanpermintaan terhadap ilmu yang relevan secara ekonomi, perusahaan-perusahaan asuransi dapat menyediakan jasa yang besar terhadap masyarakat dan pelanggan mereka. Secara khusus, asuransi juga dapat membangun partnership dengan lembaga swadaya masyarakat yang bekerja dalam bidang lingkungan atau pihak-pihak lain untuk memberikan perspektif dan keahlian yang berbeda terhadap masalah dan membangun kekuatan kekuatan kerja sama multi sektor.Asuransi umum juga dapat membantu mengirimkan sinyal resiko sebagai upaya tidak langsung menangani perubahan iklim. Hal ini dilakukan dengan bekerja bersama pemerintah untuk memungkinkan penyesuaian terhada tingkat asuransi kepemilikan rumah dan asuransi kebanjiran. Perubahan ini akan membangun harga yang lebih tepat dan sinyal resiko kepada konsumen-konsumen dan bisnis-bisnis yang bergerak dalam area yang berisiko tinggi. Dalam hal ini kerjasama dalam hal fleksibilitas harga akan menjadi sangat penting. Asuransi juga dapat menyatakan dan menginformasikan resiko dan kemungkinan perubahan iklim dalam laporan tahunan maupun komunikasi perusahaan lainnya. Semakin banyak penanam modal institusi dan manajer uang yang menginginkan pemberian ifnromasi mengenai perubahan iklim dari perusahaan asuransi. Bahkan terdapat pula badan asosiasi investor yang dibentuk sebagai investor network on climate change yang mewakili 50 investor kelembagaan dan mengelola dana sebesar 3 trilyun dollar. Dalam banyak hal, asuransi juga dapat memberi insentif terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca yang memperparah perubahan iklim melalui penggunaan bangunan efisien energi atau “green” dan penggunaaan kendaraan hybrid maupun efisien energi lainnya. Terakhir, asuransi dapat mengambil pendekatan proaktif dalam mempengaruhi perkembangan pemakaian lahan dan perencanaannya.Hal-hal yang dapat dikerjakan pihak asuransi untuk bersiap dan beradaptasi terhadap perubahan iklim secara langsung adalah mengadaptasi dampak perubahan lingkungan melalui promosi dan melakukan lobby terhadap bahan bangunan yang baik dan rancangan bangunan yang telah ditingkatkan. Dalam hal pengemudian kendaraan, pihak asuransi juga dapat memperketat prosedur pengamanan yang akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Diperlukan pula pemeriksaan bagaimana dampak fisik dari perubahan iklim dapat menciptakan kesempatan bisnis melalui perbaikan lingkungan dan produk-produk yang baru. Selain itu, pihak asuransi dapat pula melakukan operasi internal yang mempertimbangkan faktor-faktor perubahan iklim lainnya.Tujuan Asuransi • Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.• Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya• Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.• Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.• Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.• Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).Daftar Istilah Asuransi1. Actuarial (aktuaria) – Fungsi pada suatu perusahaan asuransi yang menerapkan prinsip-prinsip matematika pada asuransi, termasuk mengkalkulasi/memperhitungkan daftar harga premi serta memastikan kesehatan perusahaan dari segi keuangan.2. Annuity (anuitas) – Anuitas memberikan suatu penghasilan tahunan tetap seumur hidup. Biasanya, sejumlah tunai uang diinvestasikan agar di kemudian hari dapat menghasilkan dana untuk memperoleh penghasilan tetap seumur hidup tersebut.3. Assignment (pengalihan hak) – Pengalihan sebagian atau keseluruhan hak untuk menerima penghasilan yang diperoleh dari suatu polis asuransi dari seseorang atau kesatuan, kepada orang atau kesatuan yang lain.4. Automatic Premium Loan/Non-Forfeiture Loan (pinjaman premi otomatis/pinjaman tanpa penebusan) – Apabila premi tidak dibayarkan pada jangka waktu masa tenggang dan polis memiliki nilai tunai yang mencukupi, ada suatu ketentuan yang menetapkan agar jumlah premi yang bersangkutan dibayar di muka secara otomatis. Adapun jumlah pinjaman premi yang masih terhutang dapat dikenakan bunga.5. Cash Value/Surrrender Value (nilai tunai/nilai tebusan) – Jumlah uang yang akan diterima oleh pemegang polis apabila ia menuangkan polis asuransi jiwanya yang memiliki manfaat nilai tabungan.6. Endowment Plan (program pemberian bantuan) – Jenis program asuransi ini memadukan baik manfaat proteksi maupun tabungan. Program asuransi ini membayarkan manfaat sejumlah tunai uang kepada pihak tertanggung apabila polis jatuh tempo. Program juga membayarkan jumlah tersebut pada saat tertanggung meninggal dunia, atau bilamana dapat diterapkan, saat tertanggung mengalami cacat yang menyeluruh dan bersifat permanen, dan apabila hal tersebut terjadi pada masa berlakunya polis.7. Grace Period (masa tenggang) – Jangka waktu setelah berakhirnya masa jatuh tanggal pembayaran premi di mana pembayaran premi masih bisa dilakukan tanpa dikenakan bunga. Selama jangka waktu ini, polis masih dianggap berlaku.8. Investment-linked Plan (program asuransi yang dikaitkan dengan investasi) – Premi-premi yang dibayarkan digunakan baik untuk membeli manfaat proteksi asuransi jiwa maupun unit-unit dalam suatu portofolio dana investasi. Harga unit-unit akan tergantung pada kinerja investasi dana.Maturity Date (tanggal jatuh tempo) – Tanggal yang telah disetujui pada saat mana suatu perusahaan asuransi membayarkan sejumlah tunai uang.9. Non-participating policy (polis yang tidak mengikutsertakan) – Suatu polis asuransi di mana pemegang polis tidak diikutsertakan dalam keuntungan perusahaan.10. Paid-up Value (nilai pembayaran di muka) – Ketentuan ini memberi hak kepada pemegang polis untuk menghentikan pembayaran premi-premi di kemudian hari setelah polis memperoleh nilai tunai. Polis tetap berlaku sesuai dengan jumlah uang pertanggungan yang telah berkurang nilainya.11. Participating Policy (polis yang mengikutsertakan) – Suatu polis asuransi di mana pemegang polis diikutsertakan dalam keuntungan perusahaan.12. Policy Lapse (polis lewat waktu) – Penghentian penanggungan asuransi sebagai akibat dari tidak dibayarnya premi-premi.13. Policy Loan (pinjaman polis) – Seorang pemegang polis yang membutuhkan uang tunai untuk jangka waktu sementara dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh pinjaman polis terhadap nilai pertanggungan dari polis tersebut. Pengenaan bunga mulai dihitung pada tanggal berlakunya pinjaman polis.14. Premium (premi) – Jumlah yang harus dibayarkan untuk memperoleh pertanggungan asuransi yang diinginkan.15. Regular Premium Policy (polis premi reguler) – Suatu polis yang menghendaki pembayaran premi secara berkala, sebagai contoh, bulanan, setiap empat bulan, setiap enam bulan atau tahunan.16. Reinstatement (pemberlakuan kembali) – Proses di mana seorang asuradur memberlakukan kembali suatu polis yang telah lewat waktu yang diakibatkan karena tidak dibayarnya premi-premi pembaruan.17. Rider (manfaat tambahan) – Rider merupakan manfaat tambahan yang dapat disertakan pada suatu program asuransi dasar, seperti program asuransi jiwa menyeluruh (whole life plan) atau program pemberian bantuan (endowment). Manfaat ini dirancang untuk memberikan tambahan proteksi keuangan dengan biaya yang lebih murah.18. Single Premium Policy (polis dengan premi sekali bayar) – Suatu polis yang hanya menghendaki sekali pembayaran premi yang dilakukan di muka.19. Sum Assured (jumlah yang tertanggung) – Jumlah uang jaminan yang dipertanggungkan kepada pemegang polis.20. Term Plan (program berjangka terbatas) – Jenis program asuransi semacam ini menawarkan proteksi/perlindungan asuransi jiwa untuk jangka waktu yang terbatas. Jumlah uang pertanggungan hanya dapat dibayarkan apabila tertanggung meninggal dunia, atau di mana dapat diterapkan, mengalami cacat yang bersifat menyeluruh dan permanen pada masa berlakunya program tersebut..21. Underwriting (penjaminan) – Proses penaksiran/penilaian dan penggolongan derajad risiko yang terkait pada calon tertaggung, serta pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak risiko tersebut.22. Whole Life Plan (program asuransi jiwa menyeluruh) – Jenis program asuransi jiwa ini menawarkan proteksi/perlindungan seumur hidup terhadap kematian atau, apabila dapat diterapkan, cacat yang bersifat menyeluruh dan permanen, kepada tertanggung.Beberapa istilah asuransi yang digunakan disini antara lain: •Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan.•Penanggung, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian / musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan (Contoh Penanggung adalah PT. A.J. Central Asia Raya (CAR))Sumber : Kamus AsuransiBentuk hukum usaha perasuransianUU No 2/1992 pasal 7Bentuk badan hukum yang diperbolehkan bagi perusahaan asuransi adalah:1. untuk perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi. Apabila perusahaan itu milik negara, bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas dan sering disebut perusahaan perseroan (persero)2. untuk perusahaan asuransi jiwa, bisa berbentuk perseroan terbatas, atau koperasi, atau usaha bersama (mutual)3. untuk perusahaan broker dan perusahaan adjuster, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi4. bagi perusahaan konsultan aktuaria dan agen asuransi, boleh perseroan terbatas atau koperasi, atau peroranganBentuk hukum perseroan terbatas telah diatur dalam UU No 1 tahun 1995, sedangkan bentuk hukum koperasi diatur dalam UU No 12 taun 1967.Tidak seperti bentuk hukum perseroan terbatas atau koperasi, yang keduanya telah ada dasar hukum atau undang-undangnya, bentuk hukum usaha bersama atau mutual belum ada aturan perundangannya. Perusahaan asuransi jiwa bersama Bumiputera 1912 yang merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia, yang didirikan zaman penjajahan Belanda, keberadaan badan hukum perusahaan tersebut belum ada dasar aturan hukumnya.Dalam bentuk badan hukum mutual ini pemegang polis sekaligus sebagai pemegang saham, yang berarti keuntungan dari asuransi ini menjadi haknya pemegang polis.4. KepemilikanUU No 2/1992 pasal 8Perusahaan perasuransian dapat dimiliki oleh orang per orang warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang bergerak di bidang usaha perasuransian. Kepemilikan oleh badan hukum asing maksimum 80% dari seluruh modal saham. Ini berarti keberadaan perusahaan perasuransian asing harus dalam bentuk patungan (joint venture). Selanjutnya prosentase kepemilikan pihak asing ini secara berangsur-angsur harus berubah menjadi minoritas, atau dengan kata lain harus ada Indonesianisasi.5. Program Asuransi SosialUU No 2 tahun 1992 pasal 1 ayat 3Program asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu UU, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.Contoh yang tergolong sebagai program asuransi sosial berdasarkan Undang-undang No 2/1992 adalah:1. Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (UU No 33 Tahun 1964)2. Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU No 34 Tahun 1964)3. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU No 3 Tahun 1992)Program asuransi untuk pegawai negeri sipil dan ABRI, yaitu meliputi asuransi tabungan hari tua (THT) dan asuransi kesehatan (askes) pada dasarnya bukan merupakan program asuransi sosial, melainkan merupakan asuransi yang bersifat captive.PP No 73 tahun 1992 pasal 32(1) Program asuransi sosial merupakan program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang(2) Program asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk khusus untuk ituPP No 73 tahun 1992 pasal 33Perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi sosial dilarang menyelenggarakan program asuransi lain selain Program Asuransi Sosial6. Penutupan Objek AsuransiUU No 2 tahun 1992 pasal 6(1) Penutupan asuransi atas objek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih penanggung, kecuali bagi program asuransi sosial(2) Harus dilakukan dengan memperhatikan daya tampung perusahaan asuransi dan reasuransi dalam negeriPP No 73 tahun 1992 pasal 2Objek asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada perusahaan yang mendapat ijin Menkeu, kecuali dalam hal:(a) tidak ada perusahaan asuransi di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan risiko asuransi dari objek yang bersangkutan; atau(b) tidak ada perusahaan asuransi yang bersedia melakukan penutupan asuransi atas objek yang bersangkutan; atau(c) pemilik objek asuransi yang bersangkutan bukan warga negara Indonesia atau bukan badan hukum Indonesia7. Persyaratan untuk memperoleh izin usahaUU No 2 tahun 1992 pasal 9(1) Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari Menteri, kecuali bagi program Asuransi Sosial(2) Untuk mendapat izin usaha tersebut, harus dipenuhi persyaratan mengenai:(a) Anggaran Dasar(b) Susunan Organisasi(c) Kepemilikan(d) Permodalan(e) Keahlian di bidang perasuransian(f) Kelayakan Rencana Kerja(g) Hal-hal lain yang mendukung pertumbuhan usaha asuransi secara sehat(3) Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha harus memenuhi persyaratan di atas serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asingBagian pertama. Persyaratan Umum Perusahaan PerasuransianPP No 73 tahun 1992 pasal 3(1) Perusahaan perasuransian dalam rangka melaksanakan kegiatan usahanya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:(a) Dalam anggaran dasar dinyatakan bahwa:1. maksud dan tujuan pendirian perusahaan hanya untuk menjalankan salah satu jenis usaha perasuransian2. perusahaan tidak memberikan pinjaman subordinasi kepada pemegang saham(b) Susunan organisasi perusahaan sekurang-kurangnya meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut:1. Bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan;2. Bagi perusahaan pialang asuransi dan pialang reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan;3. Bagi perusahaan agen asuransi, penilai kerugian asuransi dan konsultan aktuaria, yaitu fungsi teknis sesuai dengan bidang jasa yang diselenggarakannya.(c) Memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan(d) Mempekerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang memadai untuk mengelola kegiatan usahanya(e) Melaksanakan pengelolaan perusahaan, yang sekurang-kurangnya didukung dengan:1. sistem pengembangan sumber daya manusia;2. sistem administrasi3. sistem pengelolaan dataPP No 73 tahun 1992 pasal 4(1) Perusahaan perasuransian yang seluruh pemiliknya WNI dan atau badan hukum Indonesia yang seluruh atau mayoritas pemiliknya WNI, seluruh anggota dewan komisaris dan pengurus harus WNI.(2) Anggota dewan komisaris dan anggota direksi perusahaan perasuransian yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung pihak asing harus WNI dan WNA, atau seluruhnya WNIPP No 73 tahun 1992 pasal 5(1) Anggota dewan komisaris dan pengurus tersebut tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perasuransian dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang perasuransian dan perekonomian, serta memiliki akhlak dan moral yang baik.(2) Sekurang-kurangnya separo dari jumlah anggota Pengurus harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang pengelolaan risiko(3) Pengurus tidak diperkenankan merangkap jabatan pada perusahaan lain, kecuali untuk jabatan komisarisPP No 73 tahun 1992 pasal 6(1) Modal disetor bagi perusahaan yang seluruh pemiliknya WNI dan atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemilik atau mayoritas pemiliknya WNI, untuk masing-masing perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya sebagai berikut:(a) Rp 3 M bagi perusahaan asuransi kerugian(b) Rp 2 M bagi perusahaan asuransi jiwa(c) Rp 10 M bagi perusahaan reasuransi(d) Rp 500 juta bagi perusahaan pialang asuransi(e) Rp 500 juta bagi perusahaan pialang reasuransi(2) Bila terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing, modal disetor untuk masing-masing perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya sebagai berikut:(a) Rp 15 M bagi perusahaan asuransi kerugian(b) Rp 4,5 M bagi perusahaan asuransi jiwa(c) Rp 30 M bagi perusahaan reasuransi(d) Rp 3 M bagi perusahaan pialang asuransi(e) Rp 3 M bagi perusahaan pialang reasuransi(3) Pada saat pendirian perusahaan, penyertaan langsung pihak asing dalam perusahaan perasuransian paling banyak 80%(4) Perusahaan perasuransian yang didalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing harus memiliki perjanjian antar pemegang saham yang memuat kesepakatan mengenai rencana peningkatan kepemilikan saham pihak IndonesiaPP No 73 tahun 1992 pasal 7(1) pada awal pendirian, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus menempatkan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari modal disetor yang dipersyaratkan, dalam bentuk deposito berjangka dengan perpanjangan otomatis pada bank umum di Indonesia yang bukan afiliasi dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang bersangkutan(2) deposito dimaksud merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis.(3) penempatan deposito tersebut harus atas nama Menteri untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan(4) deposito dimaksud harus disesuaikan dengan perkembangan volume usaha yang besarnya ditetapkan oleh Menteri dengan ketentuan besarnya deposito dimaksud tidak kurang dari yang dipersyaratkan pada awal pendirian.(5) deposito dimaksud dapat dicairkan atas persetujuan Menteri berdasarkan:(a) atas permintaan likuidator dalam hal perusahaan dilikuidasi; atau(b) atas permintaan perusahaan ybs dalam hal izin usahanya dicabut atas permintaan perusahaan yang bersangkutan dengan ketentuan kewajibannya telah diselesaikanPP No 73 tahun 1992 pasal 8(1) Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus menyelenggarakan ;(a) pengembangan sumber daya manusia yang dapat menunjang pengelolaan perusahaan secara profesional, pengembangan usaha secara sehat, adanya kemampuan dalam mengikuti perkembangan teknologi serta penyelenggaraan jasa asuransi secara tertib dan bertanggung jawab;(b) administrasi keuangan yang dapat menunjang ketertiban pengelolaan keuangan dan pelaksanaan pengendalian intern perusahaan;(c) pengelolaan data yang dapat menunjang pelaksanaan fungsi pengelolaan risiko, pemasaran, penyelesaian klaim dan pelayanan kepada pemegan polis, serta memungkinkan tersedianya data yang relevan, akurat dan tepat waktu, untuk pemeriksaan dan pengawasan perusahaan maupun untuk analisis dalam rangka pengembangan perusahaan.(2) Perusahaan pialang asuransi dan pialang reasuransi harus menyelenggarakan fungsi pengembangan sumber daya manusia dan administrasi keuangan seperti dimaksud di atas(3) Perusahaan penilai kerugian asuransi dan perusahaan konsultan aktuaria harus menyelenggarakan fungsi pengembangan sumber daya manusia seperti dimaksud di atas.Bagian kedua. Perizinan Perusahaan PerasuransianPP No 73 tahun 1992 pasal 9(1) Pemberian izin bagi perusahaan perasuransian dilakukan dalam dua tahap, yaitu:(a) persetujuan prinsip;(b) izin usaha.(2) Permohonan persetujuan prinsip tidak berlaku bagi agen asuransi dan konsultan aktuaria(3) Permohonan persetujuan prinsip bagi perusahaan perasuransian diajukan kepada Menteri dengan melampirkan:(a) Anggaran Dasar perusahaan yang dibuat di hadapan notaris;(b) Rencana susunan organisasi perusahaan;(c) Rencana penggunaan tenaga ahli oleh perusahaan;(d) Rencana kerja perusahaan dalam garis besar;(e) Rancangan perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing;(f) Program asuransi yang akan dipasarkan dan rencana reasuransinya, khusus bagi perusahaan asuransi;(4) Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun(5) Permohonan izin usaha perusahaan perasuransian disampaikan kepada Menteri dengan melampirkan:(a) Anggaran dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;(b) Susunan organisasi perusahaan;(c) Bukti pemenuhan penyetoran modal disetor;(d) Surat pengangkatan tenaga ahli yang dipekerjakan oleh perusahaan;(e) Program kerja perusahaan serta rincian persiapan yang telah dilakukan;(f) Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing;(g) Contoh polis, perhitungan premi dan perjanjian reasuransi dari program asuransi yang akan dipasarkan bagi perusahaan asuransi;(h) Perjanjian retrosesi bagi perusahaan reasuransi;(i) Perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi yang diageni, bagi perusahaan agen asuransiPP No 73 tahun 1992 pasal 9Izin usaha dicabut, bila dalam 3 bulan setelah izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya.8. Persyaratan untuk membuka kantor cabangPP No 73 tahun 1992 pasal 29(1) Setiap pembukaan kantor cabang asuransi/reasuransi yang dalam kegiatannya mempunyai kewenangan untuk menerima atau menolak penutupan asuransi dan atau menandatangani polis dan atau menetapkan untuk membayar atau menolak klaim, harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri(2) Untuk memperoleh izin pembukaan kantor cabang, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas(3) Kantor cabang harus memiliki tenaga ahli, sistem administrasi dan sistem pengolahan data yang memadai(4) Setiap pembukaan kantor perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi selain kantor cabang harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri(5) Setiap pembukaan kantor cabang perusahaan penunjang usaha asuransi dalam bentuk atau dengan nama apapun harus terlebih dahulu dilaporkan kepada MenteriPP No 73 tahun 1992 pasal 30(1) Izin pembukaan kantor cabang dapat dicabut, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal izin pembukaan kantor cabang ditetapkan, kantor cabang yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya(2) Setiap penutupan kantor cabang wajib dilaporkan kepada MenteriKMK No 223 tahun 1993 pasal 11(1) Perusahaan asuransi atau reasuransi dapat membuka kantor cabang, apabila:(a) memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dalam 4 (empat) triwulan terakhir;(b) memiliki tenaga ahli sekurang-kurangnya yang berkualifikasi ajun ahli asuransi kerugian dan atau ajun ahli asuransi jiwa yang akan dipekerjakan secara tetap pada kantor cabang yang akan dibuka;(c) memiliki sistem administrasi dan sistem pengelolaan data yang memenuhi fungsi pengendalian intern(2) Untuk memperoleh izin pembukaan kantor cabang, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri, dengan melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagai berikut:(a) rincian mengenai kewenangan dan tanggung jawab pimpinan cabang dalam penutupan polis asuransi, penetapan premi, penetapan besarnya komisi dan penyelesaian klaim;(b) surat pengangkatan tenaga ahli yang akan dipekerjakan pada kantor cabang dimaksud, berikut daftar riwayat hidup dengan bukti pendukungnya dan bukti kualifikasi dari tenaga ahli yang dipekerjakan;(c) penjelasan mengenai sistem administrasi dan sistem pengelolaan data(d) rencana keuangan kantor cabang;(e) alamat lengkap kantor cabang;(f) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kantor cabang PermalinkUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian.Macam- Macam AsuransiAsuransi dibedakan menjadi beberapa macam antara lain :Dua cabang utama dari asuransi pengangkutan,Yaitu :1. Asuransi Pengangkutan Laut.2. Asuransi Pengangkutan Darat.Asuransi kebakaran adalah asuransi yang tujuannya melindungi dari bahaya kebakaran.Asuransi Kredit, Jenis-jenis dalam asuransi kredit, Yaitu :l. Asuransi Piutang Dagang.2. Asuransi Deposito.3. Asuransi Kredit Pinjaman.4. Asuransi Obligasi.5. Asuransi Garansi bisnis Internasional.6. Asuransi Kredit Barang Dagang dalam Negeri.Asuransi Kesehatan, Tujuan asuransi kesehatan adalah membayar biaya Rumah sakit biayapengobatan dan mengsanti kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatannya karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit.Asuransi Sosial adalah alat untuk menghimpun resiko dengan memindahkannya pada organisasi yang biasanya adalah organisasi pemerintah, yang diharuskan oleh undang-undang untuk memberikan manfaat keuangan atau pelayanan kepada atau atas nama orang-orang yang diasuransikan itu pada wakfu terjadinya kerugian-kerugian tertentu yangtelah ditetapkan sebelumnya.Asuransi Tanggung Gugat.Asuransi tanggung gugat adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung.Asuransi Mobil.Asuransi mobil adalah asuransi yang digunakan untuk melindungi mobil akibat dari kecelakaan atau kehilangan.Reasuransi.Reasuransi adalah kontrak asuransi dimana sebuah perusahaan asuransi memindahkan semua atau sebagian risikonya kepada perusahaan lain. Tujuan utama dari perusahaan asuransi yang memindahkan risikonya adalah untuk melindungi dirinya terhadap kerugian dalam kasus tertentu yang melebihi jumlah tertentu.Pengertian Asuransi JiwaMenurut J. Tinggi Sianipar (1990 :5), definisi asuransi dapat dilihat dari sudut ekonomi adalah suatu cara / alat pemindahan resiko dari seseorang kepada orang lain Dengan adanya pemindahan resiko yang dilakukan melalui lembaga asuransi, maka apabila dimasa yang akan datang ada kerugian-kerugian yang diderita seseorang akibat resiko yang dihadapinya, maka kerugian termaksud dapat dialihkannya kepada orang lain, yaitu kepada siapa ia telah memindahkan resiko tersebut, Jadi secara lengkap definisi asuransi adalah suatu perjanjian kontrak antara penanggung dengan tertanggung dalam perjanjian mana penanggung berjanji akan mengganti setiap kerugian yang diderita oleh penanggung akibat dari suatu resiko yang disebutkan dalam perjanjian, resiko mana belum diketahui atau belum terjadi pada saat perjanjian diadakan (belum pasti). Atas kesediaanpenanggung memberikan penggantian seperti tersebut diatas, ia menerima sejumlah uang yang relatif kecil yang disebut premi.Tujuan Asuransi Jiwa1. Menjamin suafu estate dari mana para ahli waris dapat memperoleh penghasilan jikakepala keluarga meninggal dunia.2. Untuk menabung uang sebagai bagian dari estate hidup seseorang yang diadakan untuk penghasilan di masa depan.Tujuan yang pertama disebut proteksi atau perlindungan sedangkan yang kedua disebut dengan kebutuhan tabungan.Prinsip Asuransi JiwaPada prinsipnya Asuransi jiwa merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang ingin menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh :a) Resiko kematian.b) Resiko hari tua.c) Resiko kecelakaan.Produk-Produk Asuransi JiwaProduk asuransi Jiwa pada dasarnya ada tiga :1. Asuransi Jiwa Berjangka (Term Life)Asuransi ini adalah jenis asuransi jiwa dimana kita membayar sejumlah uang tertentu kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan akan melindungi kita selama jangka waktu tertentu dari risiko kematian. Apabila terjadi risiko selama jangka waktu tersebut ahli waris Kita akan menerima uang pertanggungan. Apabila jangka waktu itu selesai dantidak terjadi risiko maka kontrak selesai dan kita tidak akan mendapatkan apa-apa.2. Asuransi Jiwa Dwi Guna ( Endowment Life)Asuransi jenis ini hampir sama dengan asuransi jiwa berjangka hanya bedanya pada masa akhir asuransi jika tidak ada risiko pada kita maka kita tetap akan mendapatkan Uangpertanggungan.3. Asuransi Jiwa Seumur Hidup ( Whole Life).Asuransi ini sama seperti Asuransi Dwi Guna hanya bedanya, jangka waktumya seumur hidup. Artinya kita dirindungi selamanya (atau sampai umur 99 Tahun).Secara garis besar, asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:Asuransi KerugianTerdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan), kepentingan keuangan (pecuniary), tanggung jawab hukum (liability) dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan).Asuransi JiwaPada hakekatnya merupakan suatu bentuk kerja sama antara orang-orang yang menghindarkan atau minimal mengurangi risiko yang diakibatkan oleh risiko kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), risiko hari tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak pasti berapa lama) dan risiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetapi tidak mustahil terjadi). Kerjasama mana dikoordinir oleh perusahaan asuransi, yang bekerja atas dasar hukum bilangan besar (the law of large numbers), yang menyebarkan risiko kepada orang-orang yang mau bekerjasama. Yang termasuk dalam program asuransi jiwa seperti : asuransi untuk pendidikan, pensiun, investasi, tahapan, kesehatan.Asuransi SosialAsuransi sosial adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan pemerintah berdasarkan UU. Maksud dan tujuan asuransi sosial adalah menyediakan jaminan dasar bagi masyarakat dan tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan komersial.Sumber: Asuransi Jiwa Central Asia Raya (CAR)http://tiaphari.com/2008/01/26/mengerti-manfaat-asuransi-umum-menyadari-pentingnya-manajemen-resiko/.